PENDAHULUAN
Pada dasarnya Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Hal
ini tentu saja berimplikasi terhadap kegiatan pembelajaran IPA. IPA dan
pembelajaran IPA tidak hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah saja,
melainkan terdapat muatan IPA, keterampilan proses dan dimensi yang terfokus
pada karakteristik sikap dan watak ilmiah (BSNP, 2006).
Berbagai permasalahan
dalam implementasi pendidikan IPA yang sesuai dengan hakikatnya sangat
kompleks, karena itu pemikiran-pemikiran masih terus disumbangkan untuk
memecahkan permasalahan itu. Pendidikan IPA dihadapkan dengan permasalahan
diantaranya perangkat pembelajaran IPA yang mampu mengintegrasikan berbagai
disiplin ilmu melalui tema tertentu, antar konsep dalam satu mata pelajaran
dengan konsep mata pelajaran lain, konsep dalam mata pelajaran sehingga guru
dan peserta didik memiliki bekal kompetensi dari berbagai disiplin ilmu.
Permasalahan mendasar adalah pembelajaran IPA
belum berorientasi pada keterampilan proses sains seutuhnya sehingga
kemampuan berpikir dan kemampuan berinkuiri belum optimal. Konsekuensi dari
produk pembelajaran tersebut adalah menurunnya kemampuan berpikir kritis dan
kreatif. Hal ini akan membentuk generasi konsumeristis dan tidak berdaya saing
global.
Keterampilan berinkuiri
peserta didik perlu dikembangkan karena karakteristik pembelajaran IPA harus
dilakukan dengan inkuiri ilmiah. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran terpadu yang menekankan pada keterampilan proses dan produk.
Kenyataannya
pembelajaran IPA di lapangan juga ditemukan Depdiknas (2008) menyatakan bahwa
kecenderungan pembelajaran IPA di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Pembelajaran hanya berorientasi pada hasil tes/ujian, pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi pada tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar,
- Pembelajaran bersifat teacher centered, guru hanya meyampaikan IPA sebagai produk dan pseserta didik menghafal informasi faktual,
- Peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya, cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor, alasan yang sering dikemukakan guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar dan jumlah peserta didik disetiap kelas terlalu banyak,
- Evaluasi yang dilakukan hanya berorientasi pada produk yang berkaitan dengan domain kognitif.
Oleh
karena itu, seorang guru perlu dibekali kemampuan pedagogi, kompetensi mengenai
hakikat dan nilai-nilai IPA, serta pengetahuan integrasi IPA dalam tataran
disiplin itu sendiri maupun relasinya dengan berbagai disiplin ilmu.
PEMBAHASAN
A. HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN ALAM
1.
Pengertian
Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang
berasal dari bahasa Inggris science.
Kata science sendiri berasal dari
bahasa Latin yaitu scientia yang
berarti saya tahu. Science terdiri
dari dua yaitu social science (Ilmu
Pengetahuan Sosial ) dan natural science
(Ilmu Pengetahuan Alam). Namun dalam perkembangannya, science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti ilmu
pengetahuan alam saja.
Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan
bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera
maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. Menurut H.W Fowler dalam Trianto
(2010), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan
dengan gelaja-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan
dedukasi. Sedangkan Kardi dan Nur dalam Trianto (2010) mengatakan bahwa IPA
atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun
benda mati yang diamati. Adapun menurut Wahana dalam Trianto (2010), IPA adalah
suatu kumpulan pengetahuaan yang tersusun secara sistematis dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Dari
berbagai pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis,
penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang
melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut
sikapilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya (Trianto, 2010:136).
2.
Hakikat
Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut
Marsetio Donosepoetro dalam Trianto (2010), IPA pada hakikatnya dibangun atas
dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan juga sikap ilmiah. Sebagai proses ilmiah
diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam
maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk ilmiah diartikan
sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah ataupun
bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur
ilmiah dimaksudkan bahwa metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui
sesuatu pada umumnya berupa riset yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).
Selain
sebagai proses dan produk, Daud Joesoef dalam Trianto (2010) juga menganjurkan
agar IPA dijadikan sebagai suatu kebudayaan atau suatu kelompok atau institusi sosial dengan tradisi nilai,
aspirasi maupun inspirasi. Sedangkan
menurut Laksmi Prihantoro dalam Trianto (2010), IPA pada hakikatnya merupakan
suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan
pngetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA
merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan
mengembangkan produk-produk sains dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan
melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
Secara
umum IPA terbagi dalam tiga ilmu dasar yaitu biologi, fisika dan kimia. Fisika
sebagai cabang dari IPA merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat
langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian
hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan
konsep. Jadi dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses
ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai
produk ilmiah yang tersusun atas tiga
komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara
universal.
Fungsi
dan tujuan IPA secara khusus berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi
(Depdiknas dalam Trianto, 2010) adalah :
a) Menanamkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b) Mengembangkan
keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
c) Mempersiapkan
siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
d) Menguasai
konsep sains untuk bekal hidup di masyarakan dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan
fungsi dan tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA tidak hanya
pada dimensi pengetahuan (keilmuan) tetapi juga menekankan pada dimensi nilai ukhrawi. Hal
ini berarti memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan
keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang Mahadahsyat yang tidak dapat
dibantah lagi yaitu Allah SWT. Dengan dimensi ini, pada hakikatnya IPA
mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual.
3.
Nilai-nilai
IPA
Nilai-nilai
IPA adalah sesuatu yang dianggap berharga yang terdapat dalam IPA dan menjadi
tujuan yang akan dicapai. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai
nonkebendaan berupa nilai praktis, intelektual, sosial-budaya-ekonomi-politik,
pendidikan dan juga nilai keagamaan (Trianto, 2008).
a. Nilai
praktis
Penerapan
dari penemuan-penemuan IPA telah melahirkan teknologi yang secara langsung
dapat dimanfaatkan masyarakat. Teknologi tersebut membantu pula mengembangkan
penemuan-penemuan baru yang secara tidak langsung juga bermanfaat bagi
kehidupan. Dengan demikian, sains mempunyai nilai praktis yaitu sesuatu yang
bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: penemuan listrik
oleh Michael Faraday yang diterapkan dalam teknologi hingga melahirkan
alat-alat listrik yang bermanfaat bagi kehidupan.
b. Nilai
intelektual
Metode
ilmiah yang digunakan dalam IPA banyak dimanfaatkan manusia untuk memecahkan
masalah baik alamiah maupun sosial, ekonomi dan sebagainya. Metode ilmiah telah
melatih keterampilan, ketekunan dan melatih mengambil keputusan dengan
mempertimbangkan yang rasional dan menuntut sikap-sikap ilmiah bagi
penggunanya. Keberhasilan memecahkan masalah tersebut akan memberikan kepuasan
intelektual. Dengan demikian, metode ilmiah telah memberikan kepuasan
intelektual dan inilah yang dimaksud dengan nilai intelektual.
c. Nilai
sosial-budaya-ekonomi-politik
IPA
mempunyai nilai-nilai sosial-budaya-ekonomi-politik berarti IPA dan teknologi
suatu bangsa menyebabkan bangsa tersebut memperoleh kedudukan yang kuat dalam
percaturan sosial-ekonomi-politik internasional. Contoh: negara-negara maju
seperti USA dan Uni Eropa merasa sadar dan bangga terhadap kemampuan atau
potensi bangsanya dalam bidang sosial-politik dan mengklaim diri mereka sebagai
negara adidaya. Jepang, dengan kemampuan teknologi produksi merupakan negara
yang memiliki stabilitas tinggi dalam bidang sosial masyarakat maupun ekonomi
yang mampu menguasai pangsa pasar dunia. Selain itu, Jepang juga dikenal
sebagai negara yang mampu memadukan antara teknologi dengan budaya lokal
(tradisi) sehingga budaya tradisi tersebut tetap eksis bahkan dikenal di
seluruh dunia.
d. Nilai
kependidikan
Perkembangan
IPA dan teknologi serta penerapan psikologi belajar pada pelajaran IPA
menjadikan IPA bukan hanya sebagai suatu pelajaran melainkan juga sebagai alat pendidikan. Artinya, pelajaran
IPA dan pelajaran lainnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Nilai-nilai
tersebut antara lain:
1) Kecakapan
bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut metode ilmiah.
2) Keterampilan
dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan mempergunakan peralatan untuk
memecahkan masalah.
3) Memiliki
sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah.
Dengan demikian, IPA memiliki
nilai-nilai kependidikan karena dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan
pendidikan.
e. Nilai
keagamaan
Seorang
ilmuan yang beragama akan lebih tebal keimanannya, karena selain didukung
dogma-dogma agama juga ditunjang oleh alam pikiran dari pengamatan terhadap
fenomena-fenomena alam sebagai manifestasi kebesaran Tuhan. Charles Townes
peraih nobel 1964 mengatakan bahwa banyak orang yang merasakan bahwa pastilah
ada sesuatu yang Mahapintar dibalik kehebatan hukum alam. Hal yang sama
dikatakan oleh John Polkinghorne, ahli fisika yang sekarang menjadi pendakwah
Gereja Anglikan yang mengatakan bahwa
jika anda menyadari bahwa hukum alam telah melahirkan jagad raya yang
begitu teratur maka hal itu pastilah tidak terjadi semata-mata karena kebetulan
tetapi pasti ada tujuan dibalik itu semua.
Dengan
demikian, jelas bahwa IPA mempunyai nilai keagamaan yang sejalan dengan pandangan
agama sehingga Albert Einstein mengatakan bahwa sains tanpa agama adalah buta
dan agama tanpa sains adalah lumpuh.
B. HAKIKAT PEMBELAJARAN IPA
Berdasarkan
hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA
antara lain:
1) Kecakapan
bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah
metode ilmiah.
2) Keterampilan
dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan mempergunakan alat-alat
eksperimen untuk memecahkan masalah.
3) Memiliki
sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya
dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan. (Laksmi Prihantoro dalam
Trianto, 2010)
Sebagai
alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan
IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu yaitu:
1) Memberikan
pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.
2) Menanamkan
sikap hidup ilmiah.
3) Memberikan
keterampilan untuk melakukan pengamatan.
4) Mendidik
siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan
penemunya.
4) Menggunakan
dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. (Laksmi Prihantoro
dalam Trianto, 2010)
Pembelajaran
IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum termaktub dalam
taksonomi Bloom bahwa diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif)
yang merupakan tujuan utama dari
pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip
dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara
garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan memperdalam
lebih lanjut dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Di samping hal
itu, pebelajaran sains diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik),
kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi dalam
mencari jawaban terhadap suatu permasalahan. Karena ciri-ciri tersebut yang
membedakan dengan pembelajaran lainnya (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010).
Dari
uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat
memberikan antara lain:
1) Kesadaran
akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
2) Pengetahuan,
yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di
alam, hubungan saling ketergantungan dan hubungan antara sains dan teknologi.
3) Keterampilan
dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.
4) Sikap
ilmiah antara lain skeptis, kritis, sensitive, objektif, jujur, terbuka, benar
dan dapat bekerja sama.
5) Kebiasaan
mengembangkan kemampuan berpikir
analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains
untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.
6) Apresiatif
terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku
alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas dalam Trianto, 2010).
Dengan
demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada
pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta,
membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang
akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun
produk pendidikan. Selama ini proses belajar mengajar hanya menghafalkan fakta,
prinsip atau teori saja. Untuk itu perlu dikembangkan suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan
siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide-idenya. Guru hanya memberi tangga yang membantu siswa untuk
mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi tetapi harus diupayakan agar siswa
dapat menaiki tangga tersebut (Nur dan Wikandari dalam Trianto, 2010).
C. KETERAMPILAN PROSES DALAM
PEMBELAJARAN IPA
1.
Pengertian
Keterampilan Proses
Keterampilan
proses menurut Indrawati dalam Trianto (2010) adalah keseluruhan keterampilan
ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan
untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan
konsep yang telah ada sebelumnya ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap
suatu penemuan atau flasifikasi. Sedangkan menurut Wahana dalam Trianto (2010)
keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan
mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan
yang lebih tinggi. Kemampuan mendasar yang telah dikembangkan terlatih lama
kelamaan akan menjadi suatu keterampilan.
Funk
dalam Trianto (2010) membagi keterampilan proses menjadi dua tingkatan yaitu
keterampilan proses tingkat dasar (basic
science process skill) dan keterampilan proses terpadu (integrated science process skill). Keterampilan proses dasar
meliputi observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi dan
inferensi. Sedangkan keterampilan proses terpadu meliputi menentukan variabel,
menyusun tabel data, menyusun grafik, memberi hubungan variabel, memproses
data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel secara
operasional, merencanakan penyelidikan dan melakukan eksperimen.
a) Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan indera baik penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan dan
pembauan. Contoh :
· Pengamatan
kualitatif
· Pengamatan
kuantitatif.
· Pengorganisasian
objek-objek menurut satu sifat tertentu.
b) Pengklasifikasian
Pengklasifikasian adalah
pengelompokkan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. Contoh :
· Pengidentifikasian
suatu sifat umum (mineral yang menyerupai logam dan mineral yang tidak
menyerupai logam).
· Memilah-milahkan
dengan menggunakan dua sifat atau lebih (mineral yang memiliki celah yang dapat
menggores gelas dan mineral tanpa celah dan tidak dapat menggores gelas).
c) Penginferensian
Penginferensian adalah penggunaan
apa yang diamati untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi. Penginferensian
berlangsung melampaui suatu pengamatan untuk menafsirkan apa yang telah
diamati. Contoh :
· Mengaitkan
pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan terdahulu.
· Mengajukan
penjelasan-penjelasan untuk pengamatan-pengamatan.
d) Peramalan
Peramalan adalah pengajuan
hasil-hasil yang mungkin dihasilkan dari suatu percobaan. Ramalan-ramalan
didasarkan pada pengamatan-pengamatan dan inferensi-inferensi sebelumnya.
Contoh :
· Penggunaan
data dan pengamalan yang sesuai.
· Penafsiran
generalisasi tentang pola-pola.
· Pengujian
kebenaran dari ramalan-ramalan yang sesuai.
e) Pengkomunikasian
Pengkomunikasian adalah mengatakan
apa yang diketahui dengan ucapan kata-kata, tulisan, gambar, demonstrasi atau
grafik. Contoh :
· Pemaparan
pengamatan atau dengan menggunakan perbendaharaan kata yang sesuai.
· Pengembangan
grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatan dan peragaan data.
· Perancangan
poster atau diagram untuk menyajikan data untuk meyakinkan orang lain.
f) Pengukuran
Pengukuran adalah penemuan ukuran
dari suatu objek, massa suatu objek, banyaknya ruang yang ditempati suatu
objek. Proses ini digunakan untuk melakukan pengamatan kuantitatif. Contoh :
· Pengukuran
panjang, volume, massa, temperatur dan waktu dalam ukuran yang sesuai.
· Memilih
alat dan satuan yang sesuai untuk tugas pengukuran tertentu.
g) Penggunaan
bilangan
Penggunaan bilangan meliputi
pengurutan, penghitungan, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian
bilangan. Contoh :
· Penghitungan.
· Pengurutan.
· Penyusunan
bilangan dalam pola-pola yang benar.
· Penggunaan
keterampilan matematika yang sesuai.
h) Penafsiran
data
Penafsiran data adalah menjelaskan
makna informasi yang telah dikumpulkan. Contoh :
· Penyusunan
data.
· Pengenalan
pola-pola atau hubungan-hubungan.
· Merumuskn
inferensi yang sesuai denggan menggunakan data.
· Pengikhtisaran
secara benar.
i) Melakukan
eksperimen
Melakkukan
eksperimen adalah pengujian hipotesis atau prediksi. Dalam suatu eksperimen,
seluruh variabel harus dijaga tetap sama kecuali satu, yaitu variabel
manipulasi. Contoh :
· Merumuskan
dan menguji prediksi tentang kejadian-kejadian.
· Mengajukan
dan menguji hipotesis.
· Mengidentifikasi
dan mengontrol variabel.
· Mengevaluasi
prediksi dan hipotesis berdasarkan pada hasil-hasil percobaan.
j) Pengontrolan
variabel
Pengontrolan variabel adalah
memastikan bahwa segala sesuatu dalam suatu percobaan tetap sama kecuali satu
faktor. Contoh :
· Pengidentifikasian
variabel yang mempengaruhi hasil.
· Pengidentifikasian
variabel yang diubah dalam percobaan.
· Pengidentifikasian
variabel yang dikontrol dalam suatu percobaan.
k) Perumusan
hipotesis
Perumusan hipotesis adalah
perumusan dugaan yang masuk akal yang akan dapat diuji tentang bagaimana atau
mengapa sesuatu terjadi. Contoh :
· Perumusan
hipotesis berdasarkan pengamatan dan inferensi.
· Merancang
cara-cara untuk menguji hipotesis.
· Merevisi
hipotesis apabila data tidak mendukung hipotesis tersebut.
l) Pendefenisian
secara operasional
Pendefenisian secara operasional
adalah perumusan suatu defenisi yang berdasarkan pada apa yang dilakukan atau
apa yang diamati. Suatu defenisi operasional mengatakan bagaimana sesuatu
tindakan atau kejadian berlangsung, bukan apakah tindakan atau kejadian itu.
Contoh :
· Memaparkan
pengalaman-pengalaman dengan mengunakan objek-objek konkret.
· Mengatakan
apa yang diperbuat objek-objek tersebut.
· Memaparkan
perubahan-perubahan atau pengukuran-pengukuran selama suatu kejadian.
Membangun model adalah membangun
presentasi ide, objek-objek atau kejadian-kejadian secara verbal, mental atau
fisik dan menggunakan presentasi tersebut untuk menjelaskan atau menunjukkan
hubungan-hubungan.
2.
Melatih
Keterampilan Proses dalam IPA
Dahar
dalam Trianto (2010) mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan proses yang
diajarkan dalam pendidikan IPA memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan
berpikir yang dapat berkembang pada anak-anak.
Dengan keterampilan tersebut, anak-anak dapat mempelajari IPA sebanyak
mereka dapat mempelajarinya dan ingin mengetahuinya.
Keterampilan
proses perlu dilatihkan atau dikembangkan dalam pengajaran IPA karena
keterampilan proses mempunyai peranan sebagai:
a) Membantu
siswa belajar mengembangkan pikirannya.
b) Memberi
kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.
c) Meningkatkan
daya ingat.
d) Memberikan
kepuasan intrinsik bila anak telah berhasil melakukan sesuatu.
e) Membantu
siswa mempelajari konsep-konsep sains.
Dengan
menggunakan keterampilan proses akhirnya akan terjadi interaksi antara
konsep/prinsip/teori yang telah ditemukan atau dikembangkan dengan pengembangan
keterampilan proses itu sendiri.
3.
Hakikat
Melatihkan Keterampilan Proses IPA
Melatihkan
keterampilan proses dalam pelaksanaannya diawali oleh pemodelan guru, kemudian
siswa diminta bekerja dan berlatih sesuai petunjuk dan bimbingan guru. Apabila
keterampilan proses yang dilatihkan secara terpadu merupakan hal yang sulit dan
kompleks bagi siswa, maka guru dapat menguraikan secara lebih sederhana kedalam
komponen-komponennya sampai siswa benar-benar dapat memahami dan
mengerjakannya. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami dan mengerjakan
secara benar, maka guru diharuskan untuk mengecek pemahaman dan memberikan
umpan balik. Apabila masih ada siswa yang belum memahami dan mengerjakan secara
benar, maka siswa tersebut harus diberikan latihan lanjutan sampai benar-benar
memahami dan menemukan sendiri melalui pengamatan atau percobaan. Dari hasil penemuannya sendiri diharapkan
siswa dapat memahami sains secara lebih mendalamdan dapat diingat dalam waktu
yang relatif lama sehingga dapat mencegah terjadinya miskonsepsi.
4.
Tujuan
Melatihkan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA
Melatih
keterampilan proses merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh
keberhasilan belajar siswayang optimal. Materi pelajaran akan lebih mudah
dipelajari, dipahami, dihayati dan diingat dalam waktu yang relatif lama bila
siswa sendiri memperoleh pengalaman langsung dari peristiwa belajar tersebut
melalui pengamatan atau eksperimen.
Selain
itu tujuan melatih keterampilan proses pada pembelajaran IPA diharapkan
(Muhammad dalam Trianto 2010) adalah
a) Meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa, karena dalam melatihkan ini siswa dipacu
untuk berpartisipasi secara aktif dan efisien dalam belajar.
b) Menuntaskan
hasi belajar siswa secara serentak, baik keterampilan produk, proses, maupun
keterampilan kinerjanya.
c) Menemukan
dan membangun sendiri konsepsi serta dapat mendefenisikan secara benar untuk
mencegah terjadinya miskonsepsi.
d) Untuk
lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajarinya karena
dengan latihan keterampilan proses, siswa sendiri yang berusaha mencari dan
menemukan konsep tersebut.
e) Mengembangkan
pengetahuan teori atau konsep dengan kenyataan dalam kehidupan masyarakat.
f) Sebagai
persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di dalam masyarakat,
karena siswa telah dilatih keterampilan dan berpikir logis dalam memecahkan
masalah dalam kehidupan.
KESIMPULAN
- Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut.IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.
- Proses pembelajaran IPA lebih ditekankan pada keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori, sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Trianto.
2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sangat menambah pengetahuan :)
BalasHapusmakasih dek ya ...
BalasHapus