Senin, 29 April 2013

Hakikat Pembelajaran IPA

PENDAHULUAN


Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Hal ini tentu saja berimplikasi terhadap kegiatan pembelajaran IPA. IPA dan pembelajaran IPA tidak hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat muatan IPA, keterampilan proses dan dimensi yang terfokus pada karakteristik sikap dan watak ilmiah (BSNP, 2006).
Berbagai permasalahan dalam implementasi pendidikan IPA yang sesuai dengan hakikatnya sangat kompleks, karena itu pemikiran-pemikiran masih terus disumbangkan untuk memecahkan permasalahan itu. Pendidikan IPA dihadapkan dengan permasalahan diantaranya perangkat pembelajaran IPA yang mampu mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu melalui tema tertentu, antar konsep dalam satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, konsep dalam mata pelajaran sehingga guru dan peserta didik memiliki bekal kompetensi dari berbagai disiplin ilmu. Permasalahan mendasar adalah pembelajaran IPA  belum berorientasi pada keterampilan proses sains seutuhnya sehingga kemampuan berpikir dan kemampuan berinkuiri belum optimal. Konsekuensi dari produk pembelajaran tersebut adalah menurunnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Hal ini akan membentuk generasi konsumeristis dan tidak berdaya saing global.
Keterampilan berinkuiri peserta didik perlu dikembangkan karena karakteristik pembelajaran IPA harus dilakukan dengan inkuiri ilmiah. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran terpadu yang menekankan pada keterampilan proses dan produk.

Kenyataannya pembelajaran IPA di lapangan juga ditemukan Depdiknas (2008) menyatakan bahwa kecenderungan pembelajaran IPA di Indonesia adalah sebagai berikut: 
  1. Pembelajaran hanya berorientasi pada hasil tes/ujian, pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi pada tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar,  
  2. Pembelajaran bersifat teacher centered, guru hanya  meyampaikan IPA sebagai produk dan pseserta didik menghafal informasi faktual, 
  3. Peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah, peserta didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya, cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor, alasan yang sering dikemukakan guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar dan jumlah peserta didik disetiap kelas terlalu banyak, 
  4. Evaluasi yang dilakukan hanya berorientasi pada produk yang berkaitan dengan domain  kognitif.
Oleh karena itu, seorang guru perlu dibekali kemampuan pedagogi, kompetensi mengenai hakikat dan nilai-nilai IPA, serta pengetahuan integrasi IPA dalam tataran disiplin itu sendiri maupun relasinya dengan berbagai disiplin ilmu.

PEMBAHASAN


A.  HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN ALAM
1.    Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari dua yaitu social science (Ilmu Pengetahuan Sosial ) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun dalam perkembangannya, science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti ilmu pengetahuan alam saja.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2010), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gelaja-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. Sedangkan Kardi dan Nur dalam Trianto (2010) mengatakan bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Adapun menurut Wahana dalam Trianto (2010), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuaan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat  disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikapilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan  sebagainya (Trianto, 2010:136).

2.    Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Marsetio Donosepoetro dalam Trianto (2010), IPA pada hakikatnya dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan juga sikap ilmiah. Sebagai proses ilmiah diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk ilmiah diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan  dalam sekolah atau diluar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur ilmiah dimaksudkan bahwa metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu pada umumnya berupa riset yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).
Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef dalam Trianto (2010) juga menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu kebudayaan atau suatu kelompok  atau institusi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi maupun  inspirasi. Sedangkan menurut Laksmi Prihantoro dalam Trianto (2010), IPA pada hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pngetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
Secara umum IPA terbagi dalam tiga ilmu dasar yaitu biologi, fisika dan kimia. Fisika sebagai cabang dari IPA merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Jadi dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah  yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal.
Fungsi dan tujuan IPA secara khusus berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas dalam Trianto, 2010) adalah :
a)    Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b)   Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
c)    Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
d)   Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakan dan melanjutkan  pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan fungsi dan tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA tidak hanya pada dimensi pengetahuan (keilmuan) tetapi juga menekankan pada dimensi nilai ukhrawi. Hal ini berarti memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang Mahadahsyat yang tidak dapat dibantah lagi yaitu Allah SWT. Dengan dimensi ini, pada hakikatnya IPA mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual.

3.    Nilai-nilai IPA
Nilai-nilai IPA adalah sesuatu yang dianggap berharga yang terdapat dalam IPA dan menjadi tujuan yang akan dicapai. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai nonkebendaan berupa nilai praktis, intelektual, sosial-budaya-ekonomi-politik, pendidikan dan juga nilai keagamaan (Trianto, 2008).
a.    Nilai praktis
Penerapan dari penemuan-penemuan IPA telah melahirkan teknologi yang secara langsung dapat dimanfaatkan masyarakat. Teknologi tersebut membantu pula mengembangkan penemuan-penemuan baru yang secara tidak langsung juga bermanfaat bagi kehidupan. Dengan demikian, sains mempunyai nilai praktis yaitu sesuatu yang bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: penemuan listrik oleh Michael Faraday yang diterapkan dalam teknologi hingga melahirkan alat-alat listrik yang bermanfaat bagi kehidupan.
b.    Nilai intelektual
Metode ilmiah yang digunakan dalam IPA banyak dimanfaatkan manusia untuk memecahkan masalah baik alamiah maupun sosial, ekonomi dan sebagainya. Metode ilmiah telah melatih keterampilan, ketekunan dan melatih mengambil keputusan dengan mempertimbangkan yang rasional dan menuntut sikap-sikap ilmiah bagi penggunanya. Keberhasilan memecahkan masalah tersebut akan memberikan kepuasan intelektual. Dengan demikian, metode ilmiah telah memberikan kepuasan intelektual dan inilah yang dimaksud dengan nilai intelektual.
c.    Nilai sosial-budaya-ekonomi-politik
IPA mempunyai nilai-nilai sosial-budaya-ekonomi-politik berarti IPA dan teknologi suatu bangsa menyebabkan bangsa tersebut memperoleh kedudukan yang kuat dalam percaturan sosial-ekonomi-politik internasional. Contoh: negara-negara maju seperti USA dan Uni Eropa merasa sadar dan bangga terhadap kemampuan atau potensi bangsanya dalam bidang sosial-politik dan mengklaim diri mereka sebagai negara adidaya. Jepang, dengan kemampuan teknologi produksi merupakan negara yang memiliki stabilitas tinggi dalam bidang sosial masyarakat maupun ekonomi yang mampu menguasai pangsa pasar dunia. Selain itu, Jepang juga dikenal sebagai negara yang mampu memadukan antara teknologi dengan budaya lokal (tradisi) sehingga budaya tradisi tersebut tetap eksis bahkan dikenal di seluruh dunia.
d.   Nilai kependidikan
Perkembangan IPA dan teknologi serta penerapan psikologi belajar pada pelajaran IPA menjadikan IPA bukan hanya sebagai suatu pelajaran melainkan  juga sebagai alat pendidikan. Artinya, pelajaran IPA dan pelajaran lainnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Nilai-nilai tersebut antara lain:
1)   Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut metode ilmiah.
2)   Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan mempergunakan peralatan untuk memecahkan masalah.
3)   Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah.
Dengan demikian, IPA memiliki nilai-nilai kependidikan karena dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
e.    Nilai keagamaan
Seorang ilmuan yang beragama akan lebih tebal keimanannya, karena selain didukung dogma-dogma agama juga ditunjang oleh alam pikiran dari pengamatan terhadap fenomena-fenomena alam sebagai manifestasi kebesaran Tuhan. Charles Townes peraih nobel 1964 mengatakan bahwa banyak orang yang merasakan bahwa pastilah ada sesuatu yang Mahapintar dibalik kehebatan hukum alam. Hal yang sama dikatakan oleh John Polkinghorne, ahli fisika yang sekarang menjadi pendakwah Gereja Anglikan yang mengatakan bahwa  jika anda menyadari bahwa hukum alam telah melahirkan jagad raya yang begitu teratur maka hal itu pastilah tidak terjadi semata-mata karena kebetulan tetapi pasti ada tujuan dibalik itu semua.
Dengan demikian, jelas bahwa IPA mempunyai nilai keagamaan yang sejalan dengan pandangan agama sehingga Albert Einstein mengatakan bahwa sains tanpa agama adalah buta dan agama tanpa sains adalah lumpuh.

B.  HAKIKAT PEMBELAJARAN IPA
Berdasarkan hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain:
1)   Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah.
2)   Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
3)   Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan. (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010)
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu yaitu:
1)   Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.
2)   Menanamkan sikap hidup ilmiah.
3)   Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya.
4) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010)
Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum termaktub dalam taksonomi Bloom bahwa diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif) yang  merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Di samping hal itu, pebelajaran sains diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi dalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan. Karena ciri-ciri tersebut yang membedakan dengan pembelajaran lainnya (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010).
Dari uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain:
1)   Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2)   Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan dan hubungan antara sains dan teknologi.
3)   Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.
4)   Sikap ilmiah antara lain skeptis, kritis, sensitive, objektif, jujur, terbuka, benar dan dapat bekerja sama.
5) Kebiasaan mengembangkan  kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.
6)   Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas dalam Trianto, 2010).
Dengan demikian, semakin jelas bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Selama ini proses belajar mengajar hanya menghafalkan fakta, prinsip atau teori saja. Untuk itu perlu dikembangkan  suatu model pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya. Guru hanya memberi tangga yang membantu siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi tetapi harus diupayakan agar siswa dapat menaiki tangga tersebut (Nur dan Wikandari dalam Trianto, 2010).

C.  KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN IPA
1.    Pengertian Keterampilan Proses
Keterampilan proses menurut Indrawati dalam Trianto (2010) adalah keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan atau flasifikasi. Sedangkan menurut Wahana dalam Trianto (2010) keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan mendasar yang telah dikembangkan terlatih lama kelamaan akan menjadi suatu keterampilan.
Funk dalam Trianto (2010) membagi keterampilan proses menjadi dua tingkatan yaitu keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) dan keterampilan proses terpadu (integrated science process skill). Keterampilan proses dasar meliputi observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi dan inferensi. Sedangkan keterampilan proses terpadu meliputi menentukan variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, memberi hubungan variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel secara operasional, merencanakan penyelidikan dan melakukan eksperimen.

a)    Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan indera baik penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan dan pembauan. Contoh :
·      Pengamatan kualitatif
·      Pengamatan kuantitatif.
·      Pengorganisasian objek-objek menurut satu sifat tertentu.
b)   Pengklasifikasian
Pengklasifikasian adalah pengelompokkan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. Contoh :
·   Pengidentifikasian suatu sifat umum (mineral yang menyerupai logam dan mineral yang tidak menyerupai logam).
·    Memilah-milahkan dengan menggunakan dua sifat atau lebih (mineral yang memiliki celah yang dapat menggores gelas dan mineral tanpa celah dan tidak dapat menggores gelas).
c)    Penginferensian
Penginferensian adalah penggunaan apa yang diamati untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi. Penginferensian berlangsung melampaui suatu pengamatan untuk menafsirkan apa yang telah diamati. Contoh :
·      Mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan terdahulu.
·      Mengajukan penjelasan-penjelasan untuk pengamatan-pengamatan.
d)   Peramalan
Peramalan adalah pengajuan hasil-hasil yang mungkin dihasilkan dari suatu percobaan. Ramalan-ramalan didasarkan pada pengamatan-pengamatan dan inferensi-inferensi sebelumnya. Contoh :
·      Penggunaan data dan pengamalan yang sesuai.
·      Penafsiran generalisasi tentang pola-pola.
·      Pengujian kebenaran dari ramalan-ramalan yang sesuai.
e)    Pengkomunikasian
Pengkomunikasian adalah mengatakan apa yang diketahui dengan ucapan kata-kata, tulisan, gambar, demonstrasi atau grafik.  Contoh :
·      Pemaparan pengamatan atau dengan menggunakan perbendaharaan kata yang sesuai.
·      Pengembangan grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatan dan peragaan data.
·      Perancangan poster atau diagram untuk menyajikan data untuk meyakinkan orang lain.
f)    Pengukuran
Pengukuran adalah penemuan ukuran dari suatu objek, massa suatu objek, banyaknya ruang yang ditempati suatu objek. Proses ini digunakan untuk melakukan pengamatan kuantitatif. Contoh :
·      Pengukuran panjang, volume, massa, temperatur dan waktu dalam ukuran yang sesuai.
·      Memilih alat dan satuan yang sesuai untuk tugas pengukuran tertentu.
g)   Penggunaan bilangan
Penggunaan bilangan meliputi pengurutan, penghitungan, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan. Contoh :
·      Penghitungan.
·      Pengurutan.
·      Penyusunan bilangan dalam pola-pola yang benar.
·      Penggunaan keterampilan matematika yang sesuai.
h)   Penafsiran data
Penafsiran data adalah menjelaskan makna informasi yang telah dikumpulkan. Contoh :
·      Penyusunan data.
·      Pengenalan pola-pola atau hubungan-hubungan.
·      Merumuskn inferensi yang sesuai denggan menggunakan data.
·      Pengikhtisaran secara benar.
i)     Melakukan eksperimen
Melakkukan eksperimen adalah pengujian hipotesis atau prediksi. Dalam suatu eksperimen, seluruh variabel harus dijaga tetap sama kecuali satu, yaitu variabel manipulasi. Contoh :
·      Merumuskan dan menguji prediksi tentang kejadian-kejadian.
·      Mengajukan dan menguji hipotesis.
·      Mengidentifikasi dan mengontrol variabel.
·      Mengevaluasi prediksi dan hipotesis berdasarkan pada hasil-hasil percobaan.
j)     Pengontrolan variabel
Pengontrolan variabel adalah memastikan bahwa segala sesuatu dalam suatu percobaan tetap sama kecuali satu faktor. Contoh :
·      Pengidentifikasian variabel yang mempengaruhi hasil.
·      Pengidentifikasian variabel yang diubah dalam percobaan.
·      Pengidentifikasian variabel yang dikontrol dalam suatu percobaan.
k)   Perumusan hipotesis
Perumusan hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang akan dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi. Contoh :
·      Perumusan hipotesis berdasarkan pengamatan dan inferensi.
·      Merancang cara-cara untuk menguji hipotesis.
·      Merevisi hipotesis apabila data tidak mendukung hipotesis tersebut.
l)     Pendefenisian secara operasional
Pendefenisian secara operasional adalah perumusan suatu defenisi yang berdasarkan pada apa yang dilakukan atau apa yang diamati. Suatu defenisi operasional mengatakan bagaimana sesuatu tindakan atau kejadian berlangsung, bukan apakah tindakan atau kejadian itu. Contoh :
·      Memaparkan pengalaman-pengalaman dengan mengunakan objek-objek konkret.
·      Mengatakan apa yang diperbuat objek-objek tersebut.
·      Memaparkan perubahan-perubahan atau pengukuran-pengukuran selama suatu kejadian.
Membangun model adalah membangun presentasi ide, objek-objek atau kejadian-kejadian secara verbal, mental atau fisik dan menggunakan presentasi tersebut untuk menjelaskan atau menunjukkan hubungan-hubungan.

2.    Melatih Keterampilan Proses dalam IPA
Dahar dalam Trianto (2010) mengemukakan bahwa keterampilan-keterampilan proses yang diajarkan dalam pendidikan IPA memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan berpikir yang dapat berkembang pada anak-anak.  Dengan keterampilan tersebut, anak-anak dapat mempelajari IPA sebanyak mereka dapat mempelajarinya dan ingin mengetahuinya.
Keterampilan proses perlu dilatihkan atau dikembangkan dalam pengajaran IPA karena keterampilan proses mempunyai peranan sebagai:
a)    Membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya.
b)   Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.
c)    Meningkatkan daya ingat.
d)   Memberikan kepuasan intrinsik bila anak telah berhasil melakukan sesuatu.
e)    Membantu siswa mempelajari konsep-konsep sains.
Dengan menggunakan keterampilan proses akhirnya akan terjadi interaksi antara konsep/prinsip/teori yang telah ditemukan atau dikembangkan dengan pengembangan keterampilan proses itu sendiri.

3.    Hakikat Melatihkan Keterampilan Proses IPA
Melatihkan keterampilan proses dalam pelaksanaannya diawali oleh pemodelan guru, kemudian siswa diminta bekerja dan berlatih sesuai petunjuk dan bimbingan guru. Apabila keterampilan proses yang dilatihkan secara terpadu merupakan hal yang sulit dan kompleks bagi siswa, maka guru dapat menguraikan secara lebih sederhana kedalam komponen-komponennya sampai siswa benar-benar dapat memahami dan mengerjakannya. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami dan mengerjakan secara benar, maka guru diharuskan untuk mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Apabila masih ada siswa yang belum memahami dan mengerjakan secara benar, maka siswa tersebut harus diberikan latihan lanjutan sampai benar-benar memahami dan menemukan sendiri melalui pengamatan atau percobaan.  Dari hasil penemuannya sendiri diharapkan siswa dapat memahami sains secara lebih mendalamdan dapat diingat dalam waktu yang relatif lama sehingga dapat mencegah terjadinya miskonsepsi.

4.    Tujuan Melatihkan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA
Melatih keterampilan proses merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar siswayang optimal. Materi pelajaran akan lebih mudah dipelajari, dipahami, dihayati dan diingat dalam waktu yang relatif lama bila siswa sendiri memperoleh pengalaman langsung dari peristiwa belajar tersebut melalui pengamatan atau eksperimen.
Selain itu tujuan melatih keterampilan proses pada pembelajaran IPA diharapkan (Muhammad dalam Trianto 2010) adalah
a)    Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena dalam melatihkan ini siswa dipacu untuk berpartisipasi secara aktif dan efisien dalam belajar.
b)   Menuntaskan hasi belajar siswa secara serentak, baik keterampilan produk, proses, maupun keterampilan kinerjanya.
c)    Menemukan dan membangun sendiri konsepsi serta dapat mendefenisikan secara benar untuk mencegah terjadinya miskonsepsi.
d)   Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajarinya karena dengan latihan keterampilan proses, siswa sendiri yang berusaha mencari dan menemukan konsep tersebut.
e)    Mengembangkan pengetahuan teori atau konsep dengan kenyataan dalam kehidupan masyarakat.
f)    Sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di dalam masyarakat, karena siswa telah dilatih keterampilan dan berpikir logis dalam memecahkan masalah dalam kehidupan.

KESIMPULAN
  1. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut.IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. 
  2. Proses pembelajaran IPA lebih ditekankan pada keterampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori, sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

2 komentar: